TUGAS
MIKROBIOLOGI PANGAN
“FOOD BORNE DISEASE ”
Pseudomonas
cocovenenans
Oleh
:
1. Ade
Mulyasari 22030110110009
2. Salsa
Bening 22030110120010
3. Prima
Kusuma Hapsari 22030110120011
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011/2012
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Makanan
adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh manusia. Makanan tidak hanya
dituntut cukup dari segi zat gizi dan memenuhi diet manusia tapi juga harus
aman bila dikonsumsi. Makanan tradisional merupakan makanan yang dikonsumsi
oleh golongan etnik tertentu. Makanan tradisional ini termasuk kelompok makanan,
minuman, makanan jajanan serta bahan campuran atau ingredient yang digunakan secara tradisional dan telah lama
berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia. Sebagai produk
tradisional, makanan tradisional belum dapat sepenuhnya terjamin keamanan dari
segi mikrobiologinya. Salah satu faktor penyebab banyak makanan tradisional
yang kurang aman untuk dikonsumsi adalah proses penyajian dan pengolahan yang
belum memenuhi persyaratan sanitasi dan kesehatan.
Penanganan
sanitasi yang kurang baik dapat menyebabkan terjadinya hal-hal yang merugikan
manusia, seperti keracunan (food poisoning) maupun penyakit (food
borne desease). Banyaknya kasus keracunan baik yang diberitakan surat kabar
maupun yang tidak terungkap dari gejala ringan, muntah-muntah, sampai berat yaitu
kematian menunjukkan penanganan sanitasi yang kurang baik. Hal ini dapat
disebabkan karena pemahaman sanitasi yang masih kurang.
Seperti
yang diberitakan pada Harian Umum Suara Merdeka, edisi Kamis, 25 September 2003, yang memberitakan
lima orang di Desa Sirau dan Desa Kramat, Purbalingga meninggal setelah
mengkonsumsi tempe bongkrek. Salah satunya adalah pembuat dan penjual tempe
bongkrek. Korban ditemukan lemas dan tidak bisa bicara pada dini hari, sedang
pada pagi hari, korban sudah ditemukan meninggal.
Kasus
keracunan tempe bongkrek tak hanya terjadi baru-baru ini. Pada tahun 1986
hingga tahun 1988 kasus keracunan tempe bongkrek di Jawa Tengah sudah
mengakibatkan korban meninggal sebanyak 46 orang. Terlebih, kasus keracunan tempe
bongkrek di Banyumas, yang hampir menelan korban jiwa di tiap tahunnya.
Dengan
demikian, kami ingin memaparkan tentang efek yang ditimbulkan oleh bakteri Pseudomonas cocovenenans pada makanan
tradisional tempe bongkrek.
1.2 Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa
karakteristik bakteri Pseudomonas
Cocovenenans ?
2. Apa
yang dimaksud dengan tempe bongkrek dan bagaimana cara pembuatannya?
3. Bagaimana
mekanisme keracunan tempe bongkrek?
4. Bagaimana
manifestasi klinis dari keracunan tempe bongkrek?
5. Bagaimana
penanggulangan keracunan tempe bongkrek?
1.3
Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui dan memahami karakteristik bakteri Pseudomonas Cocovenenans.
2. Untuk
mengetahui dan memahami apa yang
dimaksud dengan tempe bongkrek dan bagaimana cara pembuatannya.
3. Untuk
mengetahui dan memahami mekanisme keracunan tempe bongkrek.
4. Untuk
mengetahui dan memahami bagaimana manifestasi klinis dari keracunan tempe
bongkrek.
5. Untuk
mengetahui dan memahami bagaimana penanggulangan keracunan tempe bongkrek.
1.4 Manfaat
Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bisa
mengetahui tentang apa saja karakteristik bakteri Pseudomonas Cocovenenans.
2. Bisa
mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan tempe bongkrek dan bagaimana cara
pembuatannya.
3. Bisa
mengetahui tentang mekanisme keracunan tempe bongkrek.
4. Bisa
mengetahui tentang bagaimana manifestasi klinis dari keracunan tempe bongkrek.
5. Bisa
mengetahui tentang bagaimana penanggulangan keracunan tempe bongkrek.
BAB
II
ISI
2.1 Karakteristik
bakteri Pseudomonas Cocovenenans
Sifat
Bakteri
Pada
mulanya bakteri yang dicurigai tumbuh pada tempe bongkrek adalah Bacillus, kemudian diberi nama Bacillus cocovenenans. Setelah diteliti kembali di Mikrobiologisch Institut pada Technische Hogenschool, Delft,
Nederland, ditunjukkan nama genus Pseudomonas,
sehingga namanya berubah menjadi Pseudomonas
cocovenenans.
Nama
Pseudomonas cocovenenans, berasal
dari kata venenum (bahasa Latin) yang
berarti toksin dan kata coconut yang
berarti kelapa. Jadi, nama Psedomonas
cocovenenans berarti toksin dari kelapa yang diproduksi oleh bakteri genus Pseudomonas.
Menurut
Bergeys’s Manual of Determinative
Bacteriology, bakteri P. cocovenenans
termasuk famili Bacteriaceae karena
bakteri ini bersifat heterotrof dan tidak membantuk spora. Pada tahun 1936
Kluyver dan van Niel menggolongkan bakteri P.
cocovenenans ke dalam famili Pseudomonadaceae
karena mempunyai flagela polar dan mampu mengubah sakarida menjadi asam.
Pseudomonas
dapat mengubah glukosa dan jenis gula lainnya, baik secara oksidatif maupun
secara fermentatif. Bakteri ini juga mempunyai sifat-sifat lainnya sebagai
berikut : saprofitik, tidak membentuk spora, aerob atau anaerob fakultatif dan
bentuknya berubah-ubah tergantung medium pertumbuhannya. Berukuran panjang 0,75
sampai 2,98 µ dengan lebar 0,30 sampai 0,5 µ.
Beberapa
jenis bakteri bersifat motil, yaitu dapat bergerak karena mempunyai suatu organ
yang disebut flage yang terdapat pada permukaan sel, termasuk bakteri genus Pseudonmonas. Bakteri P.
cocovenenas dapat bergerak karena mempunyai flagela polar. Flagela P. cocovenenans berifat lopotrikat dan
berjumlah 3 sampai 4 buah. Selain flagela, bakteri ini juga mempunyai 4 silia
pada salah satu ujungnya.
Bakteri
P. cocovenenans terdapat di alam
sebagai organisme bebas. Bakteri ini dianggap sebagi suatu mikroba kontaminan
tempe bongkrek atau lainnya yang dapat terjadi secara insidental.
Seperti
halnya mikroba yang lain, pertumbuhan bakteri P. cocovenenans dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sifat yang
timbul karena pengaruh lingkungan ini disebut fenotip. Fenotip atau penampakan
luar dari bakteri terjadi karena adanya interaksi antara genotip dan
lingkunganya. Biasanya perubahan fenotip dapat disebabkan oleh karena adanya
perubahan kondisi lingkungan yang bersifat tidak menetap. Fenotip akan kembali
normal seperti semula apabila kondisi lingkungan dikembalikan pada keadaan
normalnya yang optimum.
Koloni
P. cocovenenans berwarna kuning pada
medium yang mengandung gliserol, namun tidak selalu demikian. Pada medium yang
mengandung glukosa dan pada medium yang mengandung asam-asam lemak dari minyak
kelapa pembentukan warnanya jauh berkurang.
Produksi
Toksin oleh P. Cocovenenans
Dalam
pertumbuhan dan perkembangbiakannya, mikroba memperlukan zat-zat gizi untuk
mensintesis komponen sel, menghasilkan metabolit sekunder dan energi. Metabolit
sekunder adalah suatu hasil metabolisme yang bukan merupakan kebutuhan pokok
sel mikroba untuk hidup dan tumbuh, seperti toksin, antibiotik, pigmen,
vitamin, dan sebagainya. Bakteri P. cocovenenans
memproduksi toksin pada medium ampas kelapa dan toksin yang dihasilkan ini
merupakan suatu metabolisme sekunder.
Semenjak
pertengahan tahun 1890 telah ditemukan beberapa jenis toksin yang dihasilkan oleh
bakteri. Sebagian besar bakteri penghasil toksin merupakan bakteri kontaminan
pada beberapa bahan pangan, seperti halnya bakteri bongkrek P. cocovenenans yang merupakan bakteri
kontaminan pada tempe bongkrek. Hampir semua toksin yang dihasilkan oleh
bakteri merupakan protein atau polipeptida, namun ada juga yang bukan merupakan
protein, seperti asam bongkrek dan toksoflavin yang diproduksi oleh bakteri P. cocovenenans.
Asam bongkrek merupkan asam trikarboksilat dan toksoflavin merupakan senyawa
basa.
Bakteri
P.cocovenenans hanya memproduksi toksin apabila tumbuh pada medium yang
mengandung ampas kelapa. Pada medium lainnya meskipun juga mengandung minyak, seperti
kedelai, bungkil kedelai, bungkil kacang tanah, ampas tahu, asal tidak
tercampur dengan ampas kelapa, bakteri P.
cocovenenans tidak akan memproduksi
toksin.
Selama
fermentasi tempe bongkrek, P. cocovenenans tubuh bersama dengan kapang
tempe dan bersaing untuk mendapatkan substrat. Jumlah spora R. oligosporus
untuk inokulasi sebanyak 104-107 untuk setiap gram bahan
akan dapat menghambat produksi toksin. Karena pertumbuhan kapang lebih cepat
daripada pertumbuhan bakteri. Sedangkan apabila spora R. oligosporus yang ditambahkan tidak lebih dari 1.500 gram, diduga
produksi asam bongkrek akan meningkat.1
2.2 Pengertian
Tempe Bongkrek dan Cara Pembuatannya
Pengertian
Tempe Bongkrek
Tempe bongkrek merupakan makanan khas
masyarakat daerah Banyumas, biasanya dipergunakan sebagai lauk pengantar nasi
dan dibuat makanan jajanan. Tempe
bongkrek adalah tempe yang terbuat dari bahan ampas kelapa atau bungkil kelapa.
Tempe ini sangat disukai oleh masyarakat daerah tersebut. Walaupun sebenarnya kandungan gizinya tidak
seberapa di samping amat membahayakan namun faktor murah dan rasa yang khas
yakni klenyis (bahasa jawa : rasa lezat agak manis) mampu memikat selera
masyarakat kelas bawah pada umumnya. Tempe bongkrek yang dibuat
dari ampas kelapa sangat berpeluang untuk terkontaminasi oleh bakteri
Pseudomonas cocovenenans. Didalam tempe bongkrek, bakteri ini akan memproduksi
toksin tahan panas yang menyebabkan keracunan pada orang yang mengkonsumsinya.2
Pembuatan
tempe bongkrek sebenarnya telah dilarang sejak tahun 1969, namun kenyataannya
masih saja ada penduduk yang memproduksi maupun mengkonsumsi makanan yang
sangat berbahaya tersebut. Tragedi paling buruk selama 5 tahun terakhir
menewaskan 37 orang penduduk kecamatan Lumbir, Banyumas. Terjadi pada tanggal 27 Februari
hingga 7 Maret 1988. Peristiwa
tragis ini memaksa aparat pemerintah untuk bertindak lebih tegas dalam hal
larangan memproduksi dan mengkonsumsi tempe bongkrek.3
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya
tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai.
Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan
karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di
dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe
sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia),
sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur. Dibandingkan dengan kedelai,
terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa
dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino
bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor
proteinnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah
dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam
kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk
dan diare kronis.4
Bahan dasar yang dipergunakan untuk membuat
tempe bongkrek dapat berupa bungkil kelapa pabrik, bungkil kelapa botokan yang
diperoleh dari hasil samping pembuatan minyak kelapa dengan menggunakan yuyu
(cancer), ampas kelapa yang merupakan bahan sisa pembuatan minyak kelapa secara
tradisional (klentik) atau sisa dari industri dodol. Umumnya tempe bongkrek
yang dibuat dari bungkil kelapa pabrik jarang ditumbuhi oleh bakteri
Pseudomonas cocovenenans. Bakteri ini dapat membentuk toksin pada ampas kelapa
yang disimpan. Mengingat kemungkinan tersebut diatas maka keracunan tempe
bongkrek dapat juga disebabkan karena bahan dasar yang telah tercemar oleh
toksin yang dihasilkan bakteri Pseudomonas cocovenenans selama bahan dasar
tersebut disimpan. Untuk mencegah tumbuhnya bakteri selama penyimpanan,
sebaiknya ampas kelapa dikeringkan.2
Cara pembuatan tempe bongkrek
Ampas kelapa atau bungkil kelapa direndam selama semalam,
kemudian dicuci dan diperas. Kemudian ampas kelapa tersebut dikukus selama 30
sampai 60 menit. Setelah dingin ampas kelapa dicampur dengan laru dan dibungkus
dengan daun pisang atau kantung plastik kemudian dihamparkan di atas nyiru
dengan ketebalan sekitar 3 cm, kemudian ditutup dengan daun pisang atau karung
goni. Setelah itu ampas kelapa dibiarkan selama dua hari pada suhu kamar,
sehingga kapang tempenya tumbuh. Selama proses fermentasi tempe ampas kelapa,
diperkirakan banyak jenis bakteri yang tumbuh dan terlibat dalam proses
fermentasi tempe ampas kelapa diantaranya adalah bakteri asam laktat dan
beberapa ragi. Masih sangat terbatas penelitian mengenai mikroflora dalam tempe
ampas kelapa. Namun demikian bakteri yang penting untuk dibahas disini
khususnya yang tumbuh pada tempe ampas kelapa dan mampu membentuk racun yang
membahayakan kesehatan manusia. Meskipun wabah keracunan tempe ampas kelapa
sudah dikenal sejak 1895 tetapi penelitian penyebabnya baru dimulai tahun
1930-an.2
Tempe bongkrek yang baik, mempunyai tekstur
yang padat dan kompak, berwarna putih seperti kapas karena ditutupi secara
sempurna oleh miselia kapang tempe. Setiap 100 g tempe bongkrek, kandungan zat
gizinya sebagai berikut : nilai kalori 119 kkal, protein 4.4 g, lemak 3.5 g,
karbohidrat 18.3 g, kalsium 27.0 mg, fosfor 100.0 mg, zat besi 2.6 mg, vitamin
B1 0.08 mg, dan air 72.5 g.2
Gambar tempe bongkrek :
2.3 Mekanisme
Keracunan Tempe Bongkrek
Keracunan Tempe Bongkrek
Tempe bongkrek
mematikan karena terkontaminasi oleh sejenis bakteri gram negatif yang tumbuh
lebih cepat daripada kapang bongkrek. Bakteri yang mengeluarkan racun itu
adalah Pseudomonas cocovenenans (cocovenenans artinya racun dari
kelapa). Bakteri tersebut bekerja antagonistis tehadap kapang tempe, karena itu
bila kapangnya tidak tumbuh dengan baik, kemungkinan besar ampas kelapa
mengandung racun. Pada udara yang sangat lembab akan lebih menguntungkan
pertumbuhan bakteri ampas kelapa, sedang sebaliknya udara kering menguntungkan
bagi pertumbuhan kapang.5
Bakteri
bongkrek hanya dapat tumbuh pada tempe bongkrek dan membentuk racun jika bahan
dasar tempe adalah kelapa parut, ampas kelapa atau bungkil kelapa, sedangkan
tempe dari kedelai atau oncom dari bungkil kacang tanah tidak beracun walaupun
ditulari bakteri itu. Namun bungkil kacang tanah yang belum diberi ragi oncom,
bisa beracun jika ditulari bakteri itu. Tempe bongkrek yang dibuat dari bungkil
kelapa pabrik jarang ditumbuhi bakteri mematikan itu karena kadar lemaknya
rendah. Tempe bongkrek yang terbuat dari kelapa parut dan ampas kelapa sisa
perasan penduduk sendiri sering ditumbuhi bakteri itu karena masih mengandung
banyak lemak.
Bakteri Pseudomonas
cocovenenans bila tumbuh pada ampas kelapa akan memproduksi racun
toxoflavin dan asam bongkrek. Kedua racun itulah yang mematikan bagi pemakan
tempe bongkrek. Asam bongkrek adalah racun yang tidak berwarna. Toksoflavin
antibiotik yang berwarna kuning, tampak jelas jika tempe bongkrek
terkontaminasi racun itu. Asam bongkrek memiliki daya toksisitasnya yang lebih
tinggi dibanding toksoflavin. Diperkirakan bahwa asam bongkrek merupakan
penyebab utama dalam keracunan makanan tersebut. Bagi mereka yang
mengonsumsi toksin pada dosis tinggi
dapat menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari empat hari setelah
mengonsumsi racun tersebut. Pertumbuhan Pseudomonas sebenarnya dapat
dihambat, yaitu dengan menurunkan pH ampas kelapa yang akan difermentasi sampai
5,5. Pada pH ini jamur tempe yang diinginkan pun masih tetap dapat tumbuh
dengan baik, sedangkan bakterinya akan terhambat.6
Bakteri ini
menjadi racun yang mematikan bila bersentuhan dengan asam lemak di dalam tubuh.
Bakteri ini menyerang mitokondria, yaitu sumber energi di tingkat sel. Racun
itu berdampak pada mekanisme ATP (adenosine triphosphate)-ADP (adenosine
diphosphate) translocase, yakni mekanisme perubahan ATP menjadi ADP dan
sebaliknya selama proses pernafasan di sel. ATP adalah nukleotida yang multifungsi yang
mengantar energi kimia di dalam sel untuk keperluan metabolisme. ATP
menghasilkan energi selama proses respirasi di dalam sel dan dikonsumsi oleh
banyak enzim untuk keperluan biosintesa sampai pembelahan diri. Untuk menghasilkan
energi bagi seluruh sel di dalam tubuh manusia dalam melaksanakan kegiatannya,
maka ATP perlu keluar dari mitokondria. Racun bongkrek membuat ATP gagal keluar
dari mitokondria, yang pada akhirnya membuat sel-sel tubuh manusia kehilangan
sumber tenaganya.6
Mikroba
Pseudomonas cocovenenans aktif memecahkan atau menghidrolisa
gliserida (lipida) dari minyak kelapa menjadi gliserol dan asam lemak. Fraksi
gliserol setelah mengalami reaksi-reaksi biokimia menjadi senyawa yang berwarna
kuning yang disebut toksoflavin sedangkan asam lemaknya, khususnya asam oleat
dapat menjadi asam bongkrek yang tidak berwarna.8
Gliserol ----> toksoflavin
(C7H7N5O2)
Asam
lemak ----> asam bongkrek (C28H38O7)
Asam bongkrek
(bongkrek acid) adalah toksin pernapasan yang lebih mematikan daripada sianida.
Racun ini mengganggu mekanisme kerja enzim yang memindahkan ATP dan ADP. ADP ke
mitokondria dan ATP keluar mitokondria, sehingga menganggu fosforilasi
oksidatif. Banyak yang berpendapat bahwa terganggunya produksi ATP disebabkan
oleh asam dari ampas kelapa yang melakukan penghambatan terhadap kerja enzim
translokase pada membran mitokondria. Enzim translokase berfungsi
memberikan kemudahan–kemudahan bagi nukleotida sehingga dapat memasuki
mitokondria dan adenin nukleotida diubah menjadi ATP. Dengan adanya gangguan
atau penghambatan enzim translokase oleh asam dari ampas kelapa inilah yang akan mengganggu produksi ATP di dalam
mitokondria.
Secara tepat
masih belum dapat ditentukan di bagian mana asam dari ampas kelapa tersebut
bereaksi dengan membran mitokondria. Karena kekurangan ATP sebagai sumber
energi, mitokondria tidak mampu lagi memproduksi ATP, maka cara lain yang
biasanya ditempuh adalah melalui jalan glikolisis, akan tetapi dengan jalan
glikolisis jumlah ATP masih kurang cukup untuk memenuhi fungsi jantung secara
normal. Dengan adanya kegiatan tersebut mengakibatkan terjadinya
pemecahan glikogen yang tertimbun di hati, jantung dan di dalam daging.
Akibat
pemecahan glikogen di berbagai tempat penimbunan tersebut terjadilah gejala
hypoglycaemia yang hebat sehingga penderita akan meninggal. Mula–mula kadar
gula akan mengalami peningkatan yang cukup tinggi, tergantung tersedianya glikogen,
kemudian menurun sampai 50%, oleh karena itu orang yang keracunan asam bongkrek
akan merasa tercekik lalu dari mulutnya akan keluar busa (Winarno, 1986).8
Asam bongkrek
bekerja secara akumulatif dan akan menyebabkan kematian mendadak setelah racunnya
terkumpul didalam tubuh, racun itu tidak mudah diinaktifkan atau
didetoksifikasi maupun diekskresi oleh tubuh. Didalam tubuh asam bongkrek
menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah akibat mobilisasi glikognen dari
hati dan otot. Setelah glikogen dalam otot dan hati habis segera gula dalam
darah dihabiskan juga sampai yang keracunan meninggal.
Berat ringannya
keracunan tempe bongkrek ditentukam oleh beberapa factor, diantaranya jumlah
tempe bongkrek yang dikonsumsi, ketahanan tubuh si penderita, dan kecepatan
untuk mendapatkan perawatan oleh dokter. Cukup dengan mengkonsumsi sebanyak 5
gr sampai 25 gr tempe bongkrek yang beracun sudah dapat menyebabkan kematian.7
Usaha-usaha
untuk menghindari timbulnya racun pada pembuatan tempe bongkrek:
1. Dengan
penambahan kapang/jamur Monilla sitophila sebagai pengganti kapang
bongkrek, bila terkontaminasi dengan bakteri bongkrek atau Pseudomonas
cocovenenans tidak terbentuk racun, namun bukan tempe bongkrek yang
dihasilkan melainkan oncom.
2. Dengan
penambahan antibiotik Aureomycin dan Terramycin untuk mencegah pertumbuhan
Bakteri bongkrek (namun karena mahal tidak digunakan lagi)
3.
Dengan penambahan daun calincing atau (Oxalis sepium) yang sering
digunakan untuk membuat sayur asam, daun calincing ini selain dapat menghambat
pertumbuhan bakteri bongkrek, juga merupakan antidotum (penawar racun)
keracunan asam bongkrek. Sayangnya, penambahan daun segar pada pembuatan tempe
bongkrek ini menyebabkan timbulnya warna hijau, dan rasanya agak asam, sehingga
kurang disukai
4.
Dengan penambahan garam dapur (NaCl) 1,5–2 % pada ampas kelapa, juga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri bongkrek, sehingga bisa mencegah pembentukan
asam bongkrek.7
2.4 Manifestasi Klinis dari Keracunan
Tempe Bongkrek
−
Gejala
timbul 4 hingga 6 jam setelah makan tempe bongkrek yaitu berupa mual
dan muntah.
− Penderita
mengeluh sakit perut, sakit kepala dan melihat ganda (diplopia).
− Penderita
lemah, gelisah dan berkeringat dingin kadang disertai gejala syok.
− Pada
hari ketiga sklera menguning, pembesaran hati dan urin keruh dengan protein
(+).
−
Jika terjadi paralisis otot pernafasan
akan menyebabkan kematian.9
2.5 Penanggulangan Keracunan Tempe
Bongkrek
Pseudomonas
merupakan bakteri gram negatif oleh karena itu bakteri ini resisten terhadap
penicillin dan mayoritas antibiotik beta-lactam tetapi sebagian
sensitif terhadap piperacillin, imipenem, tobramycin
atau ciprofloxacin. Namun selain itu ada beberapa penanggulangan
yang dapat kita lakukan terhadap penderita keracunan tempe bongkrek tersebut,
yaitu :
- Penderita harus dirujuk ke rumah
sakit, sementara itu bila penderita masih sadar usahakan
mengeluarkan sisa makanan.
- Berikan norit 20 tablet (digerus dan
diaduk dengan air dalam gelas) sekaligus, dan ulangi 1 jam kemudian.
- Kalau perlu atasi syok dengan infuse
glukosa 5 % dan pernapasan buatan.
- Bisa dilakukan pemberian Antitoksin
botulisme spesifik seperti Guanidin hidroklorid 15-35 mg/kg BB/hr dalam 3 dosis
yang berguna untuk menghilangkan blockade neuromuscular.
- Penderita dirangsang secara mekanis
agar muntah. Bila tidak berhasil lakukan bilas lambung di rumah sakit.9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tempe bongkrek mematikan
karena ter-kontaminasi oleh sejenis bakteri
yang tumbuh lebih cepat daripada kapang bongkrek. Bakteri yang mengeluarkan racun itu adalah Psedomonas
cocovenenans. Bakteri bongkrek hanya dapat
tumbuh pada tempe bongkrek dan membentuk racun jika bahan dasar tempe adalah
kelapa parut, ampas kelapa atau bungkil kelapa. Tempe bongkrek yang dibuat dari bungkil kelapa pabrik jarang ditumbuhi
bakteri mematikan itu karena kadar lemaknya rendah. Tempe bongkrek yang terbuat
dari kelapa parut dan ampas kelapa sisa perasan penduduk sendiri sering
ditumbuhi bakteri itu karena masih mengandung banyak lemak. Bakteri Pseudomonas cocovenenans
bila tumbuh pada ampas kelapa akan memproduksi racun toxoflavin dan asam
bongkrek. Kedua racun itulah yang mematikan
pemakan tempe bongkrek.
3.2 Saran
Umumnya tempe bongkrek yang dibuat dari bungkil kelapa
pabrik jarang
ditumbuhi oleh bakteri
Pseudomonas cocovenenans. Bakteri ini dapat membentuk toksin pada ampas kelapa
yang disimpan. Mengingat kemungkinan tersebut maka keracunan tempe bongkrek
dapat juga disebabkan karena bahan dasar yang telah tercemar oleh toksin yang
dihasilkan bakteri Pseudomonas cocovenenans selama bahan dasar tersebut
disimpan. Untuk mencegah tumbuhnya bakteri selama penyimpanan, sebaiknya ampas
kelapa dikeringkan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Sri Anggrahini, 1992, Ketahanan Panas Bakteri
Bongkrek Pseudomonas cocovenenans X128 dan Taksoflavin serta Pengaruh Komponen
Lemak terhadap Produksi Taksoflavin,
2. Bab II
1992san1.pdf
3. http://haiyulfadhli.blogspot.com/2012/01/tempe-bongkrek.html#!/2012/01/tempe-bongkrek.html
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe
6.
Anonim,
2008,
7. Nenden , 2008,
8.
Pelczar,
1988, Dasar – Dasar Mikrobiologi, 952-953, UI Press, Jakarta.
9.
Setyasih,
Endang , 2008,
http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=a&id=38217
Tidak ada komentar:
Posting Komentar