Kamis, 10 Mei 2012

Mikrobiologi Pangan


TUGAS MIKROBIOLOGI PANGAN
FOOD BORNE DISEASE
Pseudomonas cocovenenans


Oleh :
1.  Ade Mulyasari                        22030110110009


2.  Salsa Bening                          22030110120010


3.  Prima Kusuma Hapsari            22030110120011

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011/2012


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh manusia. Makanan tidak hanya dituntut cukup dari segi zat gizi dan memenuhi diet manusia tapi juga harus aman bila dikonsumsi. Makanan tradisional merupakan makanan yang dikonsumsi oleh golongan etnik tertentu. Makanan tradisional ini termasuk kelompok makanan, minuman, makanan jajanan serta bahan campuran atau ingredient yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia. Sebagai produk tradisional, makanan tradisional belum dapat sepenuhnya terjamin keamanan dari segi mikrobiologinya. Salah satu faktor penyebab banyak makanan tradisional yang kurang aman untuk dikonsumsi adalah proses penyajian dan pengolahan yang belum memenuhi persyaratan sanitasi dan kesehatan.
Penanganan sanitasi yang kurang baik dapat menyebabkan terjadinya hal-hal yang merugikan manusia, seperti keracunan (food poisoning) maupun penyakit (food borne desease). Banyaknya kasus keracunan baik yang diberitakan surat kabar maupun yang tidak terungkap dari gejala ringan, muntah-muntah, sampai berat yaitu kematian menunjukkan penanganan sanitasi yang kurang baik. Hal ini dapat disebabkan karena pemahaman sanitasi yang masih kurang.
Seperti yang diberitakan pada Harian Umum Suara Merdeka, edisi  Kamis, 25 September 2003, yang memberitakan lima orang di Desa Sirau dan Desa Kramat, Purbalingga meninggal setelah mengkonsumsi tempe bongkrek. Salah satunya adalah pembuat dan penjual tempe bongkrek. Korban ditemukan lemas dan tidak bisa bicara pada dini hari, sedang pada pagi hari, korban sudah ditemukan meninggal.
Kasus keracunan tempe bongkrek tak hanya terjadi baru-baru ini. Pada tahun 1986 hingga tahun 1988 kasus keracunan tempe bongkrek di Jawa Tengah sudah mengakibatkan korban meninggal sebanyak 46 orang. Terlebih, kasus keracunan tempe bongkrek di Banyumas, yang hampir menelan korban jiwa di tiap tahunnya.
Dengan demikian, kami ingin memaparkan tentang efek yang ditimbulkan oleh bakteri Pseudomonas cocovenenans pada makanan tradisional tempe bongkrek.

1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Apa karakteristik bakteri Pseudomonas Cocovenenans ?
2.    Apa yang dimaksud dengan tempe bongkrek dan bagaimana cara pembuatannya?
3.    Bagaimana mekanisme keracunan tempe bongkrek?
4.    Bagaimana manifestasi klinis dari keracunan tempe bongkrek?
5.    Bagaimana penanggulangan keracunan tempe bongkrek?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Untuk mengetahui dan memahami karakteristik bakteri Pseudomonas Cocovenenans.
2.    Untuk mengetahui dan memahami  apa yang dimaksud dengan tempe bongkrek dan bagaimana cara pembuatannya.
3.    Untuk mengetahui dan memahami mekanisme keracunan tempe bongkrek.
4.    Untuk mengetahui dan memahami bagaimana manifestasi klinis dari keracunan tempe bongkrek.
5.    Untuk mengetahui dan memahami bagaimana penanggulangan keracunan tempe bongkrek.

1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Bisa mengetahui tentang apa saja karakteristik bakteri Pseudomonas Cocovenenans.
2.    Bisa mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan tempe bongkrek dan bagaimana cara pembuatannya.
3.    Bisa mengetahui tentang mekanisme keracunan tempe bongkrek.
4.    Bisa mengetahui tentang bagaimana manifestasi klinis dari keracunan tempe bongkrek.
5.    Bisa mengetahui tentang bagaimana penanggulangan keracunan tempe bongkrek.






BAB II
ISI

2.1 Karakteristik bakteri Pseudomonas Cocovenenans

Sifat Bakteri
Pada mulanya bakteri yang dicurigai tumbuh pada tempe bongkrek adalah Bacillus, kemudian diberi nama Bacillus cocovenenans. Setelah diteliti kembali di Mikrobiologisch Institut pada Technische Hogenschool, Delft, Nederland, ditunjukkan nama genus Pseudomonas, sehingga namanya berubah menjadi Pseudomonas cocovenenans.
Nama Pseudomonas cocovenenans, berasal dari kata venenum (bahasa Latin) yang berarti toksin dan kata coconut yang berarti kelapa. Jadi, nama Psedomonas cocovenenans berarti toksin dari kelapa yang diproduksi oleh bakteri genus Pseudomonas.
Menurut Bergeys’s Manual of Determinative Bacteriology, bakteri P. cocovenenans termasuk famili Bacteriaceae karena bakteri ini bersifat heterotrof dan tidak membantuk spora. Pada tahun 1936 Kluyver dan van Niel menggolongkan bakteri P. cocovenenans ke dalam famili Pseudomonadaceae karena mempunyai flagela polar dan mampu mengubah sakarida menjadi asam.
Pseudomonas dapat mengubah glukosa dan jenis gula lainnya, baik secara oksidatif maupun secara fermentatif. Bakteri ini juga mempunyai sifat-sifat lainnya sebagai berikut : saprofitik, tidak membentuk spora, aerob atau anaerob fakultatif dan bentuknya berubah-ubah tergantung medium pertumbuhannya. Berukuran panjang 0,75 sampai 2,98 µ dengan lebar 0,30 sampai 0,5 µ.
Beberapa jenis bakteri bersifat motil, yaitu dapat bergerak karena mempunyai suatu organ yang disebut flage yang terdapat pada permukaan sel, termasuk bakteri genus Pseudonmonas.  Bakteri P. cocovenenas dapat bergerak karena mempunyai flagela polar. Flagela P. cocovenenans berifat lopotrikat dan berjumlah 3 sampai 4 buah. Selain flagela, bakteri ini juga mempunyai 4 silia pada salah satu ujungnya.




Bakteri P. cocovenenans terdapat di alam sebagai organisme bebas. Bakteri ini dianggap sebagi suatu mikroba kontaminan tempe bongkrek atau lainnya yang dapat terjadi secara insidental.
Seperti halnya mikroba yang lain, pertumbuhan bakteri P. cocovenenans dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sifat yang timbul karena pengaruh lingkungan ini disebut fenotip. Fenotip atau penampakan luar dari bakteri terjadi karena adanya interaksi antara genotip dan lingkunganya. Biasanya perubahan fenotip dapat disebabkan oleh karena adanya perubahan kondisi lingkungan yang bersifat tidak menetap. Fenotip akan kembali normal seperti semula apabila kondisi lingkungan dikembalikan pada keadaan normalnya yang optimum.
Koloni P. cocovenenans berwarna kuning pada medium yang mengandung gliserol, namun tidak selalu demikian. Pada medium yang mengandung glukosa dan pada medium yang mengandung asam-asam lemak dari minyak kelapa pembentukan warnanya jauh berkurang.




Produksi Toksin oleh P. Cocovenenans
Dalam pertumbuhan dan perkembangbiakannya, mikroba memperlukan zat-zat gizi untuk mensintesis komponen sel, menghasilkan metabolit sekunder dan energi. Metabolit sekunder adalah suatu hasil metabolisme yang bukan merupakan kebutuhan pokok sel mikroba untuk hidup dan tumbuh, seperti toksin, antibiotik, pigmen, vitamin, dan sebagainya. Bakteri P. cocovenenans memproduksi toksin pada medium ampas kelapa dan toksin yang dihasilkan ini merupakan suatu metabolisme sekunder.
Semenjak pertengahan tahun 1890 telah ditemukan beberapa jenis toksin yang dihasilkan oleh bakteri. Sebagian besar bakteri penghasil toksin merupakan bakteri kontaminan pada beberapa bahan pangan, seperti halnya bakteri bongkrek P. cocovenenans yang merupakan bakteri kontaminan pada tempe bongkrek. Hampir semua toksin yang dihasilkan oleh bakteri merupakan protein atau polipeptida, namun ada juga yang bukan merupakan protein, seperti asam bongkrek dan toksoflavin yang diproduksi oleh bakteri P. cocovenenans. Asam bongkrek merupkan asam trikarboksilat dan toksoflavin merupakan senyawa basa.
Bakteri P.cocovenenans hanya memproduksi toksin apabila tumbuh pada medium yang mengandung ampas kelapa. Pada medium lainnya meskipun juga mengandung minyak, seperti kedelai, bungkil kedelai, bungkil kacang tanah, ampas tahu, asal tidak tercampur dengan ampas kelapa, bakteri P. cocovenenans tidak akan memproduksi toksin.
Selama fermentasi tempe bongkrek, P. cocovenenans tubuh bersama dengan kapang tempe dan bersaing untuk mendapatkan substrat. Jumlah spora R. oligosporus untuk inokulasi sebanyak 104-107 untuk setiap gram bahan akan dapat menghambat produksi toksin. Karena pertumbuhan kapang lebih cepat daripada pertumbuhan bakteri. Sedangkan apabila spora R. oligosporus yang ditambahkan tidak lebih dari 1.500 gram, diduga produksi asam bongkrek akan meningkat.1

2.2 Pengertian Tempe Bongkrek dan Cara Pembuatannya

Pengertian Tempe Bongkrek
Tempe bongkrek merupakan makanan khas masyarakat daerah Banyumas, biasanya dipergunakan sebagai lauk pengantar nasi dan dibuat makanan jajanan. Tempe bongkrek adalah tempe yang terbuat dari bahan ampas kelapa atau bungkil kelapa. Tempe ini sangat disukai oleh masyarakat daerah tersebut. Walaupun sebenarnya kandungan gizinya tidak seberapa di samping amat membahayakan namun faktor murah dan rasa yang khas yakni klenyis (bahasa jawa : rasa lezat agak manis) mampu memikat selera masyarakat kelas bawah pada umumnya. Tempe bongkrek yang dibuat dari ampas kelapa sangat berpeluang untuk terkontaminasi oleh bakteri Pseudomonas cocovenenans. Didalam tempe bongkrek, bakteri ini akan memproduksi toksin tahan panas yang menyebabkan keracunan pada orang yang mengkonsumsinya.2
Pembuatan tempe bongkrek sebenarnya telah dilarang sejak tahun 1969, namun kenyataannya masih saja ada penduduk yang memproduksi maupun mengkonsumsi makanan yang sangat berbahaya tersebut. Tragedi paling buruk selama 5 tahun terakhir menewaskan 37 orang penduduk kecamatan Lumbir, Banyumas. Terjadi pada tanggal 27 Februari hingga 7 Maret 1988. Peristiwa tragis ini memaksa aparat pemerintah untuk bertindak lebih tegas dalam hal larangan memproduksi dan mengkonsumsi tempe bongkrek.3
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi  hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur. Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis.4
Bahan dasar yang dipergunakan untuk membuat tempe bongkrek dapat berupa bungkil kelapa pabrik, bungkil kelapa botokan yang diperoleh dari hasil samping pembuatan minyak kelapa dengan menggunakan yuyu (cancer), ampas kelapa yang merupakan bahan sisa pembuatan minyak kelapa secara tradisional (klentik) atau sisa dari industri dodol. Umumnya tempe bongkrek yang dibuat dari bungkil kelapa pabrik jarang ditumbuhi oleh bakteri Pseudomonas cocovenenans. Bakteri ini dapat membentuk toksin pada ampas kelapa yang disimpan. Mengingat kemungkinan tersebut diatas maka keracunan tempe bongkrek dapat juga disebabkan karena bahan dasar yang telah tercemar oleh toksin yang dihasilkan bakteri Pseudomonas cocovenenans selama bahan dasar tersebut disimpan. Untuk mencegah tumbuhnya bakteri selama penyimpanan, sebaiknya ampas kelapa dikeringkan.2
Cara pembuatan tempe bongkrek
Ampas kelapa atau bungkil kelapa direndam selama semalam, kemudian dicuci dan diperas. Kemudian ampas kelapa tersebut dikukus selama 30 sampai 60 menit. Setelah dingin ampas kelapa dicampur dengan laru dan dibungkus dengan daun pisang atau kantung plastik kemudian dihamparkan di atas nyiru dengan ketebalan sekitar 3 cm, kemudian ditutup dengan daun pisang atau karung goni. Setelah itu ampas kelapa dibiarkan selama dua hari pada suhu kamar, sehingga kapang tempenya tumbuh. Selama proses fermentasi tempe ampas kelapa, diperkirakan banyak jenis bakteri yang tumbuh dan terlibat dalam proses fermentasi tempe ampas kelapa diantaranya adalah bakteri  asam laktat dan beberapa ragi. Masih sangat terbatas penelitian mengenai mikroflora dalam tempe ampas kelapa. Namun demikian bakteri yang penting untuk dibahas disini khususnya yang tumbuh pada tempe ampas kelapa dan mampu membentuk racun yang membahayakan kesehatan manusia. Meskipun wabah keracunan tempe ampas kelapa sudah dikenal sejak 1895 tetapi penelitian penyebabnya baru dimulai tahun 1930-an.2
Tempe bongkrek yang baik, mempunyai tekstur yang padat dan kompak, berwarna putih seperti kapas karena ditutupi secara sempurna oleh miselia kapang tempe. Setiap 100 g tempe bongkrek, kandungan zat gizinya sebagai berikut : nilai kalori 119 kkal, protein 4.4 g, lemak 3.5 g, karbohidrat 18.3 g, kalsium 27.0 mg, fosfor 100.0 mg, zat besi 2.6 mg, vitamin B1 0.08 mg, dan air 72.5 g.2
Gambar tempe bongkrek :

2.3 Mekanisme Keracunan Tempe Bongkrek
Keracunan Tempe Bongkrek
Tempe bongkrek mematikan karena terkontaminasi oleh sejenis bakteri gram negatif yang tumbuh lebih cepat daripada kapang bongkrek. Bakteri yang mengeluarkan racun itu adalah Pseudomonas cocovenenans (cocovenenans artinya racun dari kelapa). Bakteri tersebut bekerja antagonistis tehadap kapang tempe, karena itu bila kapangnya tidak tumbuh dengan baik, kemungkinan besar ampas kelapa mengandung racun. Pada udara yang sangat lembab akan lebih menguntungkan pertumbuhan bakteri ampas kelapa, sedang sebaliknya udara kering menguntungkan bagi pertumbuhan kapang.5
Bakteri bongkrek hanya dapat tumbuh pada tempe bongkrek dan membentuk racun jika bahan dasar tempe adalah kelapa parut, ampas kelapa atau bungkil kelapa, sedangkan tempe dari kedelai atau oncom dari bungkil kacang tanah tidak beracun walaupun ditulari bakteri itu. Namun bungkil kacang tanah yang belum diberi ragi oncom, bisa beracun jika ditulari bakteri itu. Tempe bongkrek yang dibuat dari bungkil kelapa pabrik jarang ditumbuhi bakteri mematikan itu karena kadar lemaknya rendah. Tempe bongkrek yang terbuat dari kelapa parut dan ampas kelapa sisa perasan penduduk sendiri sering ditumbuhi bakteri itu karena masih mengandung banyak lemak.
Bakteri Pseudomonas cocovenenans bila tumbuh pada ampas kelapa akan memproduksi racun toxoflavin dan asam bongkrek. Kedua racun itulah yang mematikan bagi pemakan tempe bongkrek. Asam bongkrek adalah racun yang tidak berwarna. Toksoflavin antibiotik yang berwarna kuning, tampak jelas jika tempe bongkrek terkontaminasi racun itu. Asam bongkrek memiliki daya toksisitasnya yang lebih tinggi dibanding toksoflavin. Diperkirakan bahwa asam bongkrek merupakan penyebab utama dalam keracunan makanan tersebut. Bagi mereka yang mengonsumsi toksin pada dosis tinggi dapat menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari empat hari setelah mengonsumsi racun tersebut. Pertumbuhan Pseudomonas sebenarnya dapat dihambat, yaitu dengan menurunkan pH ampas kelapa yang akan difermentasi sampai 5,5. Pada pH ini jamur tempe yang diinginkan pun masih tetap dapat tumbuh dengan baik, sedangkan bakterinya akan terhambat.6

Bakteri ini menjadi racun yang mematikan bila bersentuhan dengan asam lemak di dalam tubuh. Bakteri ini menyerang mitokondria, yaitu sumber energi di tingkat sel. Racun itu berdampak pada mekanisme ATP (adenosine triphosphate)-ADP (adenosine diphosphate) translocase, yakni mekanisme perubahan ATP menjadi ADP dan sebaliknya selama proses pernafasan di sel. ATP adalah nukleotida yang multifungsi yang mengantar energi kimia di dalam sel untuk keperluan metabolisme. ATP menghasilkan energi selama proses respirasi di dalam sel dan dikonsumsi oleh banyak enzim untuk keperluan biosintesa sampai pembelahan diri. Untuk menghasilkan energi bagi seluruh sel di dalam tubuh manusia dalam melaksanakan kegiatannya, maka ATP perlu keluar dari mitokondria. Racun bongkrek membuat ATP gagal keluar dari mitokondria, yang pada akhirnya membuat sel-sel tubuh manusia kehilangan sumber tenaganya.6
Mikroba  Pseudomonas cocovenenans  aktif memecahkan atau menghidrolisa gliserida (lipida) dari minyak kelapa menjadi gliserol dan asam lemak. Fraksi gliserol setelah mengalami reaksi-reaksi biokimia menjadi senyawa yang berwarna kuning yang disebut toksoflavin sedangkan asam lemaknya, khususnya asam oleat dapat menjadi asam bongkrek yang tidak berwarna.8

Lemak                        ---->       asam lemak  + gliserol
Gliserol                       ---->      toksoflavin (C7H7N5O2)
Asam lemak               ---->     asam bongkrek (C28H38O7)               

Asam bongkrek (bongkrek acid) adalah toksin pernapasan yang lebih mematikan daripada sianida. Racun ini mengganggu mekanisme kerja enzim yang memindahkan ATP dan ADP. ADP ke mitokondria dan ATP keluar mitokondria, sehingga menganggu fosforilasi oksidatif. Banyak yang berpendapat bahwa terganggunya produksi ATP disebabkan oleh asam dari ampas kelapa yang melakukan penghambatan terhadap kerja enzim translokase pada membran mitokondria. Enzim  translokase berfungsi memberikan kemudahan–kemudahan bagi nukleotida sehingga dapat memasuki mitokondria dan adenin nukleotida diubah menjadi ATP. Dengan adanya gangguan atau penghambatan enzim translokase oleh asam dari ampas kelapa inilah  yang akan mengganggu produksi ATP di dalam mitokondria.
Secara tepat masih belum dapat ditentukan di bagian mana asam dari ampas kelapa tersebut bereaksi dengan membran mitokondria. Karena kekurangan ATP sebagai sumber energi, mitokondria tidak mampu lagi  memproduksi ATP, maka cara lain yang biasanya ditempuh adalah melalui jalan glikolisis, akan tetapi dengan jalan glikolisis jumlah ATP masih kurang cukup untuk memenuhi fungsi jantung secara normal. Dengan adanya kegiatan tersebut mengakibatkan terjadinya pemecahan  glikogen yang tertimbun di hati, jantung dan di dalam daging.
Akibat pemecahan glikogen di berbagai tempat penimbunan tersebut terjadilah gejala hypoglycaemia yang hebat sehingga penderita akan meninggal. Mula–mula kadar gula akan mengalami peningkatan yang cukup tinggi, tergantung tersedianya glikogen, kemudian menurun sampai 50%, oleh karena itu orang yang keracunan asam bongkrek akan merasa tercekik lalu dari mulutnya akan keluar busa (Winarno, 1986).8
Asam bongkrek bekerja secara akumulatif dan akan menyebabkan kematian mendadak setelah racunnya terkumpul didalam tubuh, racun itu tidak mudah diinaktifkan atau didetoksifikasi maupun diekskresi oleh tubuh. Didalam tubuh asam bongkrek menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah akibat mobilisasi glikognen dari hati dan otot. Setelah glikogen dalam otot dan hati habis segera gula dalam darah dihabiskan juga sampai yang keracunan meninggal.

Berat ringannya keracunan tempe bongkrek ditentukam oleh beberapa factor, diantaranya jumlah tempe bongkrek yang dikonsumsi, ketahanan tubuh si penderita, dan kecepatan untuk mendapatkan perawatan oleh dokter. Cukup dengan mengkonsumsi sebanyak 5 gr sampai 25 gr tempe bongkrek yang beracun sudah dapat menyebabkan kematian.7

Usaha-usaha untuk menghindari timbulnya racun pada pembuatan tempe bongkrek:
      1.   Dengan penambahan kapang/jamur Monilla sitophila sebagai pengganti kapang bongkrek, bila terkontaminasi dengan bakteri bongkrek atau Pseudomonas cocovenenans tidak terbentuk racun, namun bukan tempe bongkrek yang dihasilkan melainkan oncom.
      2.   Dengan penambahan antibiotik Aureomycin dan Terramycin untuk mencegah pertumbuhan Bakteri bongkrek (namun karena mahal tidak digunakan lagi)
3. Dengan penambahan daun calincing atau (Oxalis sepium) yang sering digunakan untuk membuat sayur asam, daun calincing ini selain dapat menghambat pertumbuhan bakteri bongkrek, juga merupakan antidotum (penawar racun) keracunan asam bongkrek. Sayangnya, penambahan daun segar pada pembuatan tempe bongkrek ini menyebabkan timbulnya warna hijau, dan rasanya agak asam, sehingga kurang disukai
4. Dengan penambahan garam dapur (NaCl) 1,5–2 % pada ampas kelapa, juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri bongkrek, sehingga bisa mencegah pembentukan asam bongkrek.7

2.4 Manifestasi Klinis dari Keracunan Tempe Bongkrek

        Gejala timbul 4 hingga 6 jam setelah makan tempe bongkrek yaitu berupa mual dan muntah.
   Penderita mengeluh sakit perut, sakit kepala dan melihat ganda (diplopia).
   Penderita lemah, gelisah dan berkeringat dingin kadang disertai gejala syok.
   Pada hari ketiga sklera menguning, pembesaran hati dan urin keruh dengan protein (+).
   Jika terjadi paralisis otot pernafasan akan menyebabkan kematian.9

2.5 Penanggulangan Keracunan Tempe Bongkrek

Pseudomonas merupakan bakteri gram negatif oleh karena itu bakteri ini resisten terhadap penicillin dan mayoritas antibiotik beta-lactam tetapi sebagian sensitif terhadap piperacillin, imipenem, tobramycin atau ciprofloxacin. Namun selain itu ada beberapa penanggulangan yang dapat kita lakukan terhadap penderita keracunan tempe bongkrek tersebut, yaitu :
-       Penderita harus dirujuk ke rumah sakit, sementara itu bila penderita masih sadar usahakan mengeluarkan sisa makanan.
-       Berikan norit 20 tablet (digerus dan diaduk dengan air dalam gelas) sekaligus, dan ulangi 1 jam kemudian.
-       Kalau perlu atasi syok dengan infuse glukosa 5 % dan pernapasan buatan.
-       Bisa dilakukan pemberian Antitoksin botulisme spesifik seperti Guanidin hidroklorid 15-35 mg/kg BB/hr dalam 3 dosis yang berguna untuk menghilangkan blockade neuromuscular.
-       Penderita dirangsang secara mekanis agar muntah. Bila tidak berhasil lakukan bilas lambung di rumah sakit.9







                                                                        BAB III
                                                                     PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tempe bongkrek mematikan karena ter-kontaminasi oleh sejenis bakteri
yang tumbuh lebih cepat daripada kapang bongkrek. Bakteri yang  mengeluarkan racun itu adalah Psedomonas cocovenenans. Bakteri bongkrek hanya dapat tumbuh pada tempe bongkrek dan membentuk racun jika bahan dasar tempe adalah kelapa parut, ampas kelapa atau bungkil kelapa. Tempe bongkrek yang dibuat dari bungkil kelapa pabrik jarang ditumbuhi bakteri mematikan itu karena kadar lemaknya rendah. Tempe bongkrek yang terbuat dari kelapa parut dan ampas kelapa sisa perasan penduduk sendiri sering ditumbuhi bakteri itu karena masih mengandung banyak lemak. Bakteri Pseudomonas cocovenenans bila tumbuh pada ampas kelapa akan memproduksi racun toxoflavin dan asam bongkrek. Kedua racun itulah yang mematikan pemakan tempe bongkrek.

3.2  Saran

Umumnya tempe bongkrek yang dibuat dari bungkil kelapa pabrik jarang
ditumbuhi oleh bakteri Pseudomonas cocovenenans. Bakteri ini dapat membentuk toksin pada ampas kelapa yang disimpan. Mengingat kemungkinan tersebut maka keracunan tempe bongkrek dapat juga disebabkan karena bahan dasar yang telah tercemar oleh toksin yang dihasilkan bakteri Pseudomonas cocovenenans selama bahan dasar tersebut disimpan. Untuk mencegah tumbuhnya bakteri selama penyimpanan, sebaiknya ampas kelapa dikeringkan.






          BAB IV
            DAFTAR PUSTAKA


1.    Sri Anggrahini, 1992, Ketahanan Panas Bakteri Bongkrek Pseudomonas cocovenenans X128 dan Taksoflavin serta Pengaruh Komponen Lemak terhadap Produksi Taksoflavin,
2.    Bab II 1992san1.pdf
3.   http://haiyulfadhli.blogspot.com/2012/01/tempe-bongkrek.html#!/2012/01/tempe-bongkrek.html
4.    http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe
6.    Anonim, 2008,
7.    Nenden , 2008,
8.    Pelczar, 1988, Dasar – Dasar Mikrobiologi, 952-953, UI Press, Jakarta.
9.    Setyasih, Endang , 2008,
            http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=a&id=38217

Tidak ada komentar:

Posting Komentar